Selasa, 10 Juni 2014

masalah perbankan syariah

Masalah Perbankan Syariah

Hari Sabtu kemarin saya menjadi penguji (oponen) dalam awal sidang S3 untuk seorang mahasiswa di Fakultas Hukum Unpad. Topik yang diusung adalah seputar Electronic Fund Transfer dalam Perbankan Syariah. Sebuah topik yang menarik.
Apa yang membedakan sebuah bank syariah dan bank konvensional? Ternyata ada banyak hal. Permasalahannya adalah seputar dari transaksinya. Bank Syariah harus memperhatikan faktor halal juga, halalan thoyiban (ejaan?). Prinsip dasarnya adalah ridha. Masalahnya, bagaimana menilai ke-ridha-an ini? Biasanya dalam bentuk ijab qobul. Kalau kita membeli sebuah barang dari toko, hal ini terjadi ketika kita membayar dan menerima benda yang kita beli. Ijab qobul dilakukan tanpa perlu mengatakannya (mengucapkan). Namun ada hal-hal lain yang masih harus dikatakan seperti dalam pernikahan, sholat, dan lain-lain. (Kita tidak akan menyinggung masalah ini.)
Kembali ke topik pembahasan, bagaimana ijab qobul dalam sebuah transaksi elektronik? Bagaimana dan siapa yang bertanggungjawab ketika transaksi tidak sampai, salah alamat, salah jumlah, dan seterusnya? Bagaimana pula dengan uang yang tidak diketahui pemiliknya? Apakah ini dapat diklaim oleh Bank? Masih ada sejuta pertanyaan lainnya. Bagaimana landasan hukum transaksi elektronik dalam Perbankan Syariah (terutama kalau dikaitkan dengan hukum positif) di Indonesia? Sebuah pertanyaan yang tidak mudah yang layak membutuhkan penelitian setaraf S3.
Hmm… sempat terbayang oleh saya sebuah mesin ATM yang dilengkapi dengan perangkat sidik jari (biometrik). Ijab qobul transaksi terjadi kalau sang pengguna meletakkan jarinya di perangkat pengenal sidik jari tersebut. Jadi, teknologi yang menyesuaikan dengan hukum, bukan sebaliknya. (Jadi ingat pakar hukum Lawrence Lessig yang mengatakan bahwa kode dalam software adalah hukum.)

OPINI
Untuk ATM, menurut saya dengan memasukkan kombinasi kartu + nomor pin yang benar telah memenuhi kaidah ijab kabul. Kemudian dengan adanya bukti transaksi berupa kertas kecil, memenuhi kaidah persaksian atas transaksi tersebut.
Di Amazon.com contohnya, ketika kita akan membeli, kita diminta menekan satu tombol ‘Submit Order’ untuk menyatakan bahwa kita benar-benar akan membeli barang di toko tsb. Saya kira ini pun telah memenuhi ijab kabul.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar